Sore kembali membawa kami kepada percakapan tidak penting, bermula dari percakapan membawa kami kepada perdebatan yang tidak terlalu penting, tapi itulah temanku Al. Dia tidak akan mau kalah kalau berdebat dengan ku, ini sudah berlansung terus menerus semenjak perjumpaan diawal perkuliahan semester satu.
Aku sudah mengenalinya semenjak kami bersama mengurus berkas
pendaftaran sebagai mahasiswa undangan. Aku tidak terlalu dalam kenal pribadi
Al karena kami tidak satu jurusan,
yang aku tahu dia berasal dari daerah ujung timur laut sumatera barat.
Sepanjang yang aku ketahui masyarakat disana tercipta dari lingkungan yang
masih asri dengan tatanan adat dan budaya.
“Hoi, nco !”
Al
memegang pundakku, semenjak awal dia memanggilku dengan panggilan “nco”.
Katanya panggilan itu adalah pengganti nama kepada sahabat, biar kelihatan
akrab.
Dia duduk disebelahku, aku terkejut kenapa dia juga
sampai disini. Padahal kami tidak janjian untuk datang ke gedung pusat kegiatan
mahasiswa ini, sehabis perkuliahan terakhir tadi aku berangkat sendiri kesini
tanpa berbicara niat dan tujuan kepada Al. aku dari awal masuk kampus memang
sudah berencana ingin menjadi anggota salah satu unit kegiatan kampus ini, tapi
kami tidak pernah membahas perihal ini sebelumnya, aku juga tidak menyangka
kalau Al ternyata juga memiliki niat itu sedari duduk di bangku SMA.
“Mendaftar unit kegiatan
apa nco ?” tanya Al,
“Aku masih belum memutuskan
“
“Kamu terlalu banyak
pikir – pikir, terlalu kaku. Cocoknya kamu mendaftar di Badan Eksekutif
Mahasiswa saja, kalau di UKM nanti bisa jadi sasaran canda anggota lain "
Al,
memang selalu merasa paling tahu tentang kehidupan di kampus. Dari awal bertemu
dia selalu menceritakan kakak nya yang sudah lebih dulu menimba ilmu di kampus
ini, kakaknya memang cukup terkenal sebagai aktivis kampus di lingkungan
fakultasnya.
“Mendaftar jadi anggota
unit kegiatan kesenian yuk !” dia mencoba mengajakku untuk mengikuti ke
inginannya.
“Ah, aku nggak punya
bakat seni “
“Tak apalah, ini kan unit
kegiatan mendidik untuk menjadi. Bukan menerima orang yang sudah jadi”
‘
Kalau aku mendaftar mau
ambil bidang apa ?”
“Kamu ambil bidang teater
aja, bagaiamana?”
“Teater, apa itu ?” aku belum pernah menganal nama itu
sebelumnya.
“Itu Bahasa kerennya,
Bahasa kitanya main Drama. Mendaftar aja dulu, nanti kita kan sama – sama
belajar di dalamnya “ dia tertawa kecil seperti mengejekku.
“Oh drama, nggak ah aku
pemalu”
“Itulah alasananya kenapa
kamu harus mendaftar di bidang teater ini, agar nanti kamu tidak selalu
memikirkan urat malu mu itu”
Al tertawa lepas, mungkin dia merasa bahagia
melihatku kebingungan. Aku memberi alasan malu karena enggan mengatakan tidak
kepada Al. karena alasanku selalu di mentalkan
olehnya, kami berdua sore itu mengambil kesimpulan mendaftar di unit kegiatan
kesenian. Kami mengambil formulir kemeja stand unit kesenian, Al mendadak
mempercepat jalannya. Ternyata mata Al memang tajam, dia melihat seorang gadis
putih tinggi dengan rambut terurai sedang mengambil formulir pendaftaran di
stand unit kegiatan kesenian.
“Aku duluan ya, ini awal
dari perjuangan nco ”
Aku belum sempat menjawab pernyataannya, dia sudah
berdiri di samping gadis yang sedang mendaftar tadi. Dia memang manusia aneh,
tapi Al bukan mahasiswa bodoh. Dia memang usil tapi tidak kurang ajar, dia pemalas
tapi rajin kalau melihat wanita cantik. Selama dua bulan perkenalan kami aku
sering bermenung sendiri ulah mendengar pernyataan – pernyataan yang di ucapkannya
dalam setiap cerita santai sambil minum kopi pahit. Memang sengaja kami buat
pahit agar lidah belajar untuk tidak mengenal gula, kalau tambah gula berarti
bertambah lagi uang pengeluaran harian.
“Eh, kak. Ini ada temanku
mau kenalan “
Al sudah mulai menjalankan aksinya, dia akan selalu
menjual harga diriku kalau sedang mendekati wanita. Itu memang bagian dari
siasatnya, karena harus di akui aku memang lebih tampan darinya. Karena katanya
untuk perkenalan awal dengan wanita dia akan melihat wajah terlebih dahulu
barulah setelah itu menyusul sarat – sarat yang lain seperti baik hati, pintar
dan kaya. Dalam kamus cinta yang di pelajarinya, apabila wanita merespon dengan
baik berarti dia adalah wanita yang baik dan ramah. Kalau wanita tidak merespon
berarti dia sudah memiliki tambatan hati yang diyakini akan menikahinya. Pria
ini memang hobi berspekulasi yang tidak penting, tapi dia selalu menyuruhku
untuk meyakini kata – katanya.
Dia menyebut nama dan mengulurkan tangan kearah gadis itu. Gadis itu segera melepaskan
genggaman tanganku, sumpah Al memang lelaki bangsat yang aku kenal. Baru kali
ini aku merasakan betapa halusya tangan gadis, dia tidak memberi aku waktu
lebih untuk merasakannya.
“Jangan lama – lama,
nanti imajinasimu makin liar” bisiknya.
Aku tertawa kecil, dia memang pria usil. Dia selalu
memanfaatkan kelemahanku di setiap momen – momen penting. Tapi kali ini hatiku
bergetar hebat, cintaku muncul pada genggaman pertama. Nanti malam aku harus
membuat perhitungan dengan al.
“Silahkan isi formulirnya
Iga, oh ya kamu
mendaftarbidang apa?”
“Aku rencananya masuk
bidang teater”
“Cocok, berarti kita
sama”
“Iya kita sama berarti”
aku menyela pembicaan mereka.
Al hanya melihat ke arahku sebentar dan kembali
memalingkan mukanya ke paras iga yang sore itu mempesona sekali, raut wajahnya
berhasil membuat tulisanku tidak bagus lagi mengisi formulir pendaftaran.aku
ingin sekali meengenalnya lebih jauh dan berharap hati dan prilaku seindah
wajahnya. Sore itu bunyi perut berhasil dikalahkan oleh gelak tawa iga, membuat
keyakinan makin keras menjadi anggota unit kegiatan kesenian.
Melihat wajah wanita ini berhasil membuat rasa lapar
berubah menjadi haus. Haus akan keindahan hari – hari yang kelak akan aku
habiskan dengannya, aku kali ini sangat terpesona. Pria yang satu ini
memang tak pernah tenang melihat aku melamun, dia akan selalu datang dalam
lamunan indah yang aku bangun dengan susah payah.
“Bagaimana formulirmu,
sudah di isi lengakap?”
“Sudah, ayo kita pulang.
Sudah saatnya kita menghabiskan malam ini dengan pembicaraan yang sedikit
eksotis nco” sambil mengambil formulir
dari tanganku.
Al
berjalan mengembalikan formulir ke meja pendaftaran, sesampai di depan meja
pendaftaran dia berbalik arah dan menghampiriku lagi.
“Uang pendaftarannya
bos?”
Kalau perihal uang, aku akan selalu menjadi tumpuan
al. setiap kali tentang uang aku akan berubah jadi bos baginya, tapi itu bagiku
perihal biasa dalam pertemanan. Setelah
menyelesaikan semua persyaratan administrasi pendaftarran kami bergegas
berjalan pulang ke kosan. Mataharipun kami tengok sudah mulai turun seperti di
telan bumi.
***
Sebelum kami diterima menjadi anggota di unit kegiatan ini
banyak jalan yang harus ditempuh,sekarang kami sampai ke proses pertama yaitu
pra diklat. Acaranya memang diadakan di kampus saja tapi sampai tengah malam
kata senior panitia acaranya, pada dasarnya kami semua sadar untuk menjadi
anggota aktif di semua unit kegiatan di Pusat kegiatan mahasiswa ini punya
ritual tersendiri dan punya proses masing –mansing. Hari ini aku dan al duduk
di teras depan gedung dengan pakaian serba hitam, karena syarat dari senior
kami seperti itu.
Mata
kami selalu menengok ke arah parkiran, dan sesekali ke arah jalan depan gedung
PKM. Aku tau apa yang sedang di tunggu Al, tidak akan berbeda dengan
penantianku.
“Iga
nggak jadi ikut sepertinya” gumam Al dengan raut kecewa.
Aku hanya diam, sengaja kecewa milikku disimpan
rapat – rapat agar tidak tercium oleh Al. kami berjalan gontai ke arah meja
registrasi ulang, mata Al dengan liar melihat satu persatu nama yang sudah
melakukan pendaftaran ulang. Al tersenyum ke arahku, sepertinya dia menemukan
kebahagiaan dalam daftar nama peserta yang sudah mendaftar ulang.
“Ada nco, nomor tiga’
“Apa ?”
“Ah,
kau pura –pura nggak tau aja” setelahya Al tertawa ke arahku.
Semua anggota sudah berjalan ke arah ruang sidang,
semangat mereka tidak kalah dengan semangat kami setelah melihat nama Iga ada
dalam daftar peserta pra diklat calon anggota unit kegiatan kesenian. Aku dan
Al duduk di barisan belakang, Al adalah pria yang tidak akan melewatkan moment
berharga. Kami duduk di posisi aman untuk melihat wajah Iga, senja ini kami
mendapat wejangan dari ketua pelaksana kegiatan.
Malam sudah semakin gelap, tapi mata Al tidak bosan
memandang wajah Iga yang seharian ini memang tidak dapat berdusta dengan
keindahan parasnya.
“Apa kabar semuanya,
masih semangat ?” teriak seorang senior yang berdiri di depan,
Semua peserta menjawab dengan semangat, senior itu
mulai bercerita tentang pengalamannya selama di organisasi yang kami minati
ini. Dia mulai mengajukan tanya jawab dengan beberapa teman – teman peserta.
“Sudah punya pacar ?”
tanya senior kepada Iga
“Sudah” jawab Iga dengan
tegas.
“Ah,
beruntung sekali Pria itu” sambung senior.
“Masa abang nggak tau
kalau itu pacarnya Rudi ?” sela seorang senior yang duduk di barisan para
senior.
Aku melihat kearah Al, mukanya terlihat sedikit
memerah. Aku juga merasakan perasaannya,
pria yang berambisi tinggi ini merasa telah kalah sebelum berperang. Perasaan
yang sudah dia bangun berapa minggu ini harus runtuh seketika hanya karena
ucapan “masa abang nggak tau”,
Imajinasi yang sudah diasuh berminggu – mingu
seketika sakit oleh kaliamat pendek itu.
Istirahat
malam dimanfaatkan Al untuk menguping pembicaraan para senior, bergegas dia
mengahampiriku di teras fakultas ilmu pendidikan.
“Aku
gagal nco”
“Gagal kenapa ?”
“Iga
ternyata pacar abang Rudi”
“Apakah infonya sudah pasti”
“Pasti nco, aku tamat. Aku
sudah kalah sebelum berperang”
Aku tertawa, belum pernah aku temukan pria gila ini
mengiba. Walaupun dia tergolong mahasiswa yang serba kekurangan tapi sekalipun
dia tidak pernah mengiba kepadaku, tapi malam ini dia memang seperti
orang yang sudah gagal dalam menjalani kehidupan.
“Jangan terlalu menjadi
pikiran Al, yang terpenting kita selesaikan dulu proses kita menjadi anggota
disini” aku mulai membujuknya.
“Ini malam terakhir aku
di PKM ini, mulai besok aku tak akan kesini lagi”
Aku tidak menjawab pernyataaannya karena malam itu
memang tidak memungkinkan untuk berdebat, apalagi dengan pria yang satu ini.
Aku hanya melihat wajahnya sambil menyulut sebatang rokok, ternyata untuk
urusan cinta Al bukanlah seorang yang hebat. Dia hanya mengenal cinta yang ada
bahagia saja, dia belum tau tentang rasa sakit didalamnya. Sejak malam ini hilanglah rasa
banggaku kepada Al, pria yang aku kenal dengan impian tinggi dan semangat
perwujudan mimpi tinggi akhirnya kalah oleh seorang gadis yang bernama Iga.
Dia tidak pernah sadar tentang milyaran wanita
diciptakan tuhan dengan kecantikan yang berbeda, tergantung dari sisi mana kita
menilainya. Aku akui Iga memang cantik parasnya, tapi aku belum mengenal
sifatnya. Secantik apapun wanita pasti akan memeiliki sifat buruk dalam
dirinya, aku rasa itu juga berlaku untuk Iga.
Setelah malam pradiklat berakhir, aku tidak lagi
betemu Al di gedung PKM. Dia benar – benar tidak melanjutkan perjuangannya yang
masih tersisa berapa langkah lagi, aku merasa terjebak dalam pilihan Al.
setelah memaksaku untuk bergabung dalam bidang teater, dia hilang dan tidak
mendampingiku sampai kita sama – sama menjadi anggota di organisasi ini. Aku
kihilangan teman berdebat dan bercanda, dia sudah layu sebelum berkembang.
Kosan pun berasa sepi semenjak kepindahan Al, tidak ada lagi diskusi tidak
penting sampai azan subuh berkumandang. Semoga Al, menemukan Iga baru kelak
untuk mendampingi hidupnya.
Padang, 25 Juni 2012