Di sulut sebatang rokok, ini batang terakhir di dalam kotak rokok milliknya. Sudah hampir setengah malam dia duduk di depan layar monitor laptop, ide untuk bercerita belum juga muncul. Sesekali dia memandang ke kaca jendela, hujan masih turun walau tak sederas senja tadi. Sudah berapa ide yang akhirnya gagal menjadi cerita, belum bertemu benang merah cerita.
“Kali ini harus menjadi cerita, percuma otak
berpikir kalau tidak bisa bercerita.”
Begitu gumamnya
sendiri, kesal kepada diri sendiri dan sesekali menghardik cermin di kamarnya.
Mataya berkeliling menatap buku yang tersusun rapi pada rak dinding kamar,
mulai dari buku sejarah tuhan karya
karen amstrong, sampai ke buku novel karya anak negeri. Dia bermenung lagi,
berpikir untuk apa buku – buku ini dia baca. Sementara itu dirinya tidak bisa
mengahasilkan satu atau dua lembar tulisanpun yang juga bisa di baca oleh orang
lain.
“Aku bodoh,”
Mulutnya berbicara
sendiri. Karena bodoh makanya banyak baca buku, pikirnya lagi. Tapi setelah
banyak baca buku aku masih bodoh, bukan kamu yang bodoh tapi pikiranmu yang
pemalas. Dia masih bertengkar dengan dirinya sendiri, sampai akhirnya telepon
genggam dari dalam laci meja berbunyi.
“Ton, apa kau
di rumah ?”
“Iya, aku di rumah “
“Aku numpang nginap dirumah ya?”
“Wah, kebetulan sekali Don. Aku kehabisan rokok,
titip satu bungkus ya. Nanti uangnya aku ganti sampai dirumah”
“COD ya “
“Iya, pasti. Disini masih hujan jangan lupa pakai
mantel “
“Jangan sok perhatian padaku. Nanti rokok harus tetap
kau bayar.”
Dia tertawa bersama percakapan yang telah usai, jari
tangannya mulai mengetik beberapa kata.
“Walau hanya puisi, yang terpenting Doni nanti bisa
melihat kalau aku dirumah tidak hanya diam dan bermain gamae online “ begitu
pikirnya.
Tidak lama berselang
terdengar suara ketukan pintu, bertanda doni sudah sampai. Tapi alangkah
terkejutnya Anton, ternyata ada wanita cantik yang berdiri di depan pintu
rumahnya. Dia tidak kenal wanita ini sebelumnya, tapi kenapa dia mengetuk pintu
rumah pikir Anton.
“Ada apa ya mbak “
“Maaf bang.
Aku tetangga baru di sebelah. Baru pindahan tadi sore, aku mau pinjam palu.”
“Tentu saja, dengan senang hati”
Anton bergegas ke
ruangan gudang rumahnya, sambil mencari palu pikirannya melayang membayangkan
wanita yang menunggu di teras rumah. Sepertinya tuhan memberi kesempatan
terakhir untuk mendekati wanita pikirnya, karena seumur hidup anton selalu
gagal mendekati wanita. Dia pria yang kaku kalau soal merayu, umurnya sudah
hampir kepala tiga tapi belum juga memiliki kekasih hati. Sambil membawa palu
dia bergegas ke teras rumah, sampai di teras rumah matanya liar melihat kiri
kanan.
“Kemana perginya wanita tadi, jangan – jangan tadi
hanya halusinasi saja”
Wanita cantik peminjam
palu tidak terlihat lagi di depan teras, anton berjalan ke rumah sebelah.
Rumahnya tertutup rapi. Gembok yang sudah berkarat terpasang kuat di pagar
rumah itu, anton memandang palu di tangannya.
“Mungkin masih belum jodoh” gumamnya.
Sampai di teras rumahnya
anton membuka mantel hujan lalu duduk dan termenung, doni datang dengan kantong
plastik hitam basah tergantung di motornya.
“Anton, cepat buka pagar. Aku sudah kedinginan”
“Akhirnya kamu datang”
Anton bergegas membuka
pintu pagar, dia ingin bercerita tentang gadis misterius yang baru saja datang
mengetok pintunya. Tapi dia malu nanti doni mengejeknya lagi, karena doni lah
satu – satunya pria yang selalu lancang mengejeknya. Tak peduli di tempat sepi
atau pun ramai, ketika anton bercerita tentang wanita. Disana doni akan menyela
dengan ejekan yang kasar, tapi mereka berdua tetap berteman akrab sejak sekolah
menengah.
“Kemana TV, kau jual ?”
“Kamu bercanda. Pergi beli rokok keluar saja aku
malas, bagaimana mau jual TV”
Jawab anton keras dari teras rumah, anton bergegas
ke dalam rumah. Benar saja TV layar datar di atas meja sudah hilang,
“Misterius ya, tidak di jual tapi tak ada di meja”
“Anjing, wanita itu”
anton menggengam palu dengan sangat erat, dia memukul tonggak teras dengan palu.
“Ada apa denganmu “ tanya doni heran,
“Wanita anjing, bangsat “ semua umpatan buruk keluar
dari mulut anton, dia sangat kesal.
“Wanita apa ? sejak kapan ada wanita jadi anjing? “
“Tutup mulutmu Doni, aku sedang emosi. Jangan sampai
palu ini melayang ke kepalamu”
Doni terdiam, dia masih
heran. Kenapa tiba – tiba sahabatnya itu menjadi ganas, seperti tentara viking.
Memukul dengan palu, meninju dinding dan berteriak wanita anjing. Doni
menghampiri anton dan mengajak duduk.
“Ada apa ini, kenapa kamu” tanya doni sambil
menenangkan sahabatnya itu.
“Aku ditipu”
“Tertipu kenapa, ayolah. Tenangkan dulu emosimu,
berceritalah kepadaku”
“Aku bukan tukang cerita yang baik, aku tertipu.
Untuk kesekian kalinya aku di tipu wanita” Anton meletakkan kepalanya di ujung sandaran kursi
teras, mukanya mengahadap loteng. Sesekali kedua telapak tangannya mengusap
muka seperti orang yang selesai berdoa. Dia masih belum lupa kekagumannya
kepada wanita yang mengetok pintu rumahnya tadi.
“Seandainya tadi pintu aku kunci dan membiarkan dia
menunggu di luar, mungkin TV masih berada di tempatnya”
Anton seperti berbicara
sendiri, dia kesal kepada dirinya sendiri. Kesal kepada pikirannya yang selalu
terlena kalau melihat wanita cantik. Sebaliknya doni menjadi tambah heran, apa
hubungan TV dengan wanita cantik.
“Ayolah Anton, cerita dulu. Aku jadi pusing,
sebenarnya apa yang terjadi” bujuk doni
“Aku yakin TV di curi oleh wanita cantik tadi, ah.
Aku ditipunya, tadi seorang wanita cantik datang dengan senyum indah kepada ku.
Dia berpura – pura meminjam palu kepadaku, katanya dia tetangga sebelah yang
baru pindah tadi sore. Oh tuhan, kenapa aku bisa percaya secepat itu.”
Doni tertawa geli,
disisi lain dia juga iba melihat sahabatnya itu kehilangan TV. Terdiam sejenak,
doni berusaha membujuk anton untuk bercerita lebih rinci lagi tentang kejadian
yang menimpa dirinya.
Anton menghirup nafas
dalam dan mulai bercerita tentang kejadian yang baru saja menimpanya, dan tak
lama berselang wanita misterius itu datang lagi dengan payung kuning dan
membuka pagar. Tangannya menenteng kantong keresek warna hitam.
“Maaf bang, tadi karena abang lama ngambil palu di
dalam aku ke warung ujung komplek dulu. Mumpung masih buka bang.”
“Ternyata Memang Cantik” celetuk Doni. Sementara Anton
terdiam dan seolah tidak percaya kalau wanita itu datang lagi, dia telah
terlanjur menuduh kalau wanita itulah yang mencuri TV nya.
“Aku juga tidak terlalu percaya kalau dia yang
mencuri TV” Anton Berbisik ketelinga Doni. Anton mendekati wanita itu dan
memberikan palu di tangannya.
“Aku pinjam dulu ya bang”
Pandangannya tak lepas
dari wanita itu. Dia mengikuti wanita itu dari belakang, benar saja wanita itu
membuka gembok pagar di sebelah rumah dan masuk kedalam rumah. Anton termenung
di depan pagar rumahnya, hujan yang sudah mulai gerimis tidak menjadi hambatan
untuk dia berpikir. Dia menepuk dua pipinya, berasa kesadaran sudah hilang.
“Kenapa tak kau tanyakan tentang TV yang hilang
kepadanya “ Doni menghampiri.
“Aku tidak tega, menuduh wanita secantik itu mencuri
TV”
“Mungkin saja tadi dia habis menyembunyikan, atau
sudah menjual TV itu ke ujung komplek. Kau kan belum kenal dia, ah. Dasar pria
sinting, tadi pas aku datang kau bilang wanita anjing. Wanita pencuri, tapi di
depannya kau layu. Sudah, aku mau ke kamarmu dulu. Lama disini nanti aku
ketularan sinting sepertimu”
Doni berjalan ke kamar
anton, sesampai di kamar doni menuangkan air mineral ke dalam pemanas air
listrik. Secangkir kopi akan menenangkan banyak masalah, begitu pikirnya. Dia
duduk dekat pinggir jendela, menyulut sebatang rokok. Sesekali matanya melihat
ke arah anton yang masih bermenung di antara teras dan pagar rumah.
“Dasar pria sinting, kenapa tuhan menakdirkanku
berteman dengan pria seperti dia” doni berbicara sendiri kepada dirinya,
menyalahkan tuhan memang bukan pilihan terbaik. Tapi disituasi yang “gila”
seperti ini tidak ada lagi pilihan lain, perihal dosa sudah ada ketentuannya.
Bunyi klakson mobil
memaksa anton untuk berdiri, dia berlari ke pagar rumah dan membuka pintu.
Mobil masuk pekarangan dengan sangat pelan, ayah anton keluar dari mobil. Anton
lansung menghampiri ayah,
“Petaka besar yah “
“Petaka apa, ada apa ini” Ayah kebingungan.
“TV kita yah “
“Kenapa kamu, grasak grusuk saja. Ada apa dengan TV
kita “ Ayah tambah bingung.
“ TV hilang yah”
Ayah tertawa, sementara Anton masih kelihatan panik.
Ayah mulai menenangkan Anton,
“Anton, kamu sudah dewasa nak. Jangan seperti anak
remaja, tenangkan dulu pikiranmu. Makanya jadi orang jangan kelamaan merenung
dalam kamar, sesekali duduk juga tuh di kedai ujung komplek biar nalar sosialmu
berkembang. Tidak baik baca buka terus dalam kamar, baca buku tanpa di iringin
sosial masyarakat tidak akan membuat kamu menjadi orang yang cerdas.”
Anton termenung, ayah kembali mengasuh ingatan
anton.
“Ayah mengira ketika berangkat sore tadi ke pasar
kamu mendengar pesan ayah, ternyata tidak. Tadi sebelum berangkat ayah
berpesan, angkat jemuran karena langit sudah mulai gelap. Ayah pergi kepasar
untuk menjual TV dan singgah ke plasa elektronik untuk membeli TV baru. memang
tadi kamu ayah paksa bangun dari tidurmu, tapi sebelum berangkat tadi kamu kan
angguk – angguk. Berarti ayah berkesimpulan kamu sudah tahu, ternyata. Ah sudah
lah, sana tolong ibumu mengangkat TV baru kita.”
Ayah hanya menggeleng, ibu juga ikut menggeleng
karena jemuran kainnya basah kuyup. Sementara Doni tertawa terpingkal – pingkal
mendengar penjelasan ayah Anton dari dalam kamar.
“ternyata wanita cantik tetanggaku itu memang benar
adanya Don, dia bukan halusinasi “ kata Anton sembari merapatkan pintu kamarnya,
“Nikmati dulu kopi buatan ku ini, baru berimajinasi
dengan wanita tadi. Dasar kau pria imajinasi, dengar tuh kata ayah mu. Jangan
hanya baca buku saja, sesekali juga duduk dan cerita dengan banyak orang. Agar
kau tidak menjadi kutu buku anti sosial, karena ilmu tanpa sosial tidak bagus.
Seperti kamu, tanpa wanita jadi pria imajinasi” doni tertawa lepas,
Anton tidak menghiraukan lagi perkataan doni,
“Besok aku
minta maaf dan mulai mendekatinya. Semoga saja wanita ini jodohku”
Dia mematikan lampu kamar dan mulai menarik selimut.
Sementara doni akan asyik menulis sampai mata tak lagi kuasa menahan kantuk,
karena semua cerita layak untuk di tuliskan.
Bungo Pasang, 20 November2019