Serupa
malam sebelumnya, malam yang selalu berjalan menuju ke tengah. Aku duduk
menikmati angin di teras lantai dua kontrakan. Entah itu sekedar merenung
dengan sebatang rokok dan secangkir kopi hitam, kadang juga dengan sebuah buku.
Aku sudah lupa, sejak kapan kebiasaan semacam itu aku mulai.
Mata
akan senantiasa liar, bergerak memperhatikan kegiatan penghuni gang menjelang
tengah malam. Banyak hal yang selalu memancing pikiranku, setiap malam sekitar
jam sepuluh. Sepasang kekasih akan mengakhiri kebersamaan dengan berciuman,
sepertinya mereka adalah pasangan yang romantis. Itu pikirku, untuk menghibur
diri yang masih hambar untuk urusan kekasih. Adegan itu selalu menjadi hal yang
aku tunggu dari teras, dibawah remang lampu jalan depan rumah nomor delapan.
Ketika
jarum jam sudah melewati angka sebelas, ada sebuah bayangan yang membuat bulu
kuduk merinding, rumah di seberang jalan kontrakan. Rumahnya bertingkat dua
juga, tapi sangat megah bila dibandingkan dengan kontrakanku. Penghuni rumah
itu jarang sekali bergaul dengan masyarakat komplek, ibu – ibu di komplek ini
selalu bersemangat bergunjing tentang
penghuni rumah mewah itu. Semua perkara kehidupan akan lengkap dalam
perbincangan mereka.
Makin
lama, bayangan dari jendela itu makin membesar. Hawa tubuhku mulai dingin,
darah berdecak dalam dada. Aku membayangkan kalau rumah itu melakukan ritual,
tapi kenapa hanya malam jumat. Teringat pesan bapak – bapak di kedai pak Leman
tadi, kalau malam jumat mereka akan bubar lebih awal dari biasanya. Banyak
ritual yang akan di jalankan di rumah, begitu anjurannya. Aku memang tidak
terlalu paham dengan ritual yang mereka maksud, tapi setidaknya untuk saat
sekarang aku berkesimpulan mungkin bayangan yang tampak di jendela rumah mewah
itu semacam ritual malam jumat. Mata tak mau juga berpaling dari bayangan itu,
semakin lama banyangan itu bergerak semakin kencang. Seperti orang sedang
berdzikir, kadang bayangan kepala tertunduk, kadang menakur dan juga
menengadah.
“Jon,
kauu sedang apa”
Suara
itu setengah berbisik, tapi cukup untuk membuat aku terperanjat. Setelah sadar
dari lamunan, ternyata itu Gigo. Teman satu kamar, dia selalu pulang hampir
tengah malam.
“Coba
kamu perhatikan jendela kamar rumah mewah itu”
Aku
menarik pundaknya, sambil membawa badan Gigo merunduk. Aku takut kalau dia lama
berdiri disitu, sosok bayangan itu melihat keberadaan kami.
“Bayangan
apa”
“Tunggu
sebentar, nanti dia akan muncul lagi”
“Nah,
itu. Coba kamu perhatikan. Apakah itu bayangan orang yang sedang ritual, atau
jangan – jangan itu bayangan hantu yang sedang berjoget”
Gigo
tertawa, aku lansung menutup mulutnya. Aku masih penasaran, tapi rasa takut juga
menghampiri ke dalam diri. Pria ini justru menganggap bayangan itu lelucon.
“Berapa
orang isi rumah itu”
Gigo
sudah mulai berbisik, tentu aku tidak tahu. keseharianku memang sering di
kontrakan dan bergaul dengan masyarakat kompek, tapi aku belum pernah
bertemu sekalipun dengan penghuni rumah
mewah itu. Aku memandang wajah Gigo, dia tersenyum. Aku berbisik dan bercerita
tentang ritual malam jumat, tapi Gigo kelihatan santai. Dia menyulut sebatang
rokok dan menyandarkan badannya kedinding rumah. Sungguh tidak ada ketakutan
yang aku lihat dari wajahnya, justru senyum kecilnya memberi isarat kalau aku
seperti badut lucu.
“Hantu
apa yang paling kamu takuti”
Pertanyaan
Gigo memancing rasa takutku.
“Banyak,
semua hantu mungkin”
“Seperti
apa hantu itu”
“Aku
belum pernah bertemu, masih sebatas perasaaan saja”
“Apakah
hantu itu terlihat”
“Bisa
iya, bisa jadi tidak”
“Apakah
hantu bisa bersetubuh, seperti manusia
bersetubuh”
Pertenyaan
yang aneh, aku belum sampai mendalami ilmu hantu sampai ke sana. Lagi pula
selama ini aku sangat menghindari tempat yang gelap, menonton film misteri.
Pokoknya segala tentang hantu akan selalu aku hindari, tapi malam ini kenapa
aku tiba – tiba memperhatikan bayangan dari jendela kamar itu.
“Kita
cerita di dalam saja, sudah tengah malam. Nanti kalau lebih lama hantu bisa
ikut kedalam”
Sebelum
Gigo selesai bicara aku sudah lebih dulu sampai di dalam rumah, di dalam rumah
aku menceritakan semua gerakan bayangan yang aku lihat tadi. Gigo tertawa
lepas, aku makin heran.
“Sudah
berapa umurmu, pernah lihat bayangan orang bercium atau melihat orang
berciuman”
Dia
kembali tertawa, pandangannya terlihat seperti mengejekku. Aku memang belum
pernah berciuman, melihat orang ciuman baru beberapa minggu ini. Tapi gaya
bicara Gigo membuat pikiranku jadi serba salah, awalnya bercerita hantu kenapa
harus sampai kepada ciuman. Aku makin penasaran dengan cerita tentang ritual
malam jumat, mendengar kata ritual selalu mengingatkan aku kepada sesosok
makhluk gaib.
“Kamu
sudah dewasa jon, seharusnya kamu sudah tahu makna setiap perkataan. Baik itu
yang tersurat, pun itu yang tersirat.”
Gigo
memang lebih tua dariku, secara pemikiran dia lebih dewasa. Itu juga menjadi
alasanku mengapa betah menahun sekaramar dengannya, walaupun dia selalu
meninggalkanku setiap hari sabtu dan minggu. Dia harus pulang kampung, istri
dan anaknya menetap di kampung. Kampung halaman Gigo tidak terlalu jauh dari
kota ini, dia akan selalu berkata menjemput rindu saat pagi sabtu sudah tiba.
Tapi tentang ritual malam jumat masih menjadi tanda tanya besar dalam
pikiranku. Gigo selalu mengelak ketika aku tanya maknanya, dia menimpal
pertanyaanku dengan pertanyaan lagi.
“Nanti
setelah menikah kau akan tahu, semoga kau tidak menjadi pria polos setelah
menikah nanti”
Dia
menarik selimut, dan memejamkan matanya. Mataku masih belum terpicing, aku membayangkan
beberapa adegan dalam bayangan tadi. Cahaya samar yang terlihat seperti dari
sinar petromak atau juga sinar lilin, apakah isi rumah itu menjalankan semacam
ritual memanggil arwah. Atau bisa jadi itu semacam ritual mencari kekayaan, menjaga
lilin dengan membaca beberapa mantra. Mungkin sekarang sudah ada pembaharuan
dengan beberapa gerakan agar roh halus yang bertugas tidak bosan. Atau bisa
juga tidak ada kaitannya dengan ritual, karena sesekali aku melihat bayangan
itu menjadi dua. Apakah keluarga rumah itu tidak harmonis, atau didalam hidup
orang tua yang tempramental. Berapa pertanyaan silih berganti datang dalam
pikiran, seolah ini sebuah misteri yang harus aku pecahkan malam ini juga Aku
membuka telpon pintarku, dan mulai mengetik ritual malam jumat. Tapi celakanya
yang aku jumpai hanya ritual – ritual gaib yang membuat bulu kuduk semakin
merinding. Mungkin ada baiknya rasa penasaran ini aku bawa tidur, sambil
berharap akan menemukan makna ritual malam jumat dalam mimpi malam ini.